disini kita bisa share model model plafon dan interior terbaru yang lagi hits
Rabu, 29 Juli 2020
Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah salah satu pondok pesantren yang
memiliki nilai historis yang amat panjang karena keberadaan pesantren
ini tak lepas dari nama yang disandangnya, yakni Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah julukan dari Raden Qosim putra kedua pasangan Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (Putri Adipati Tuban Arya Teja). Beliau juga memiliki nama Syarifuddin atau Masih Ma’unat. Perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar dimulai tatkala beliau diutus ayahandanya untuk membantu perjuangan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu guna mengembangkan syiar Islam didaerah pesisir pantai utara Kabupaten Lamongan
saat ini. Pada tahun 1440-an ada seorang pelaut muslim asal Banjar yang
mengalami musibah di pesisir pantai utara, kapal yang ditumpanginya
pecah terbentur karang dan karam di laut. Adapun Sang Pelaut Banjar
terdampar di tepian pantai Jelaq dan ditolong oleh Mbah Mayang Madu
penguasa kampung Jelaq pada saat itu. Melihat kondisi masyarakat Jelaq
yang telah terseret sedemikian jauh dalam kesesatan, Sang Pelaut muslim
itu pun terketuk hatinya untuk menegakkan sendi-sendi agama Allah.
Beliau pun mulai berdakwah dan mensyiarkan ajaran Islam kepada penduduk
Jelaq dan sekitarnya. Lambat-laun perjuangan Sang Pelaut yang kemudian
hari lebih dikenal dengan Mbah Banjar, mulai membuahkan hasil. Apa lagi bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu pun turut menyatakan diri masuk Islam dan menjadi penyokong utama perjuangan Mbah Banjar. Pada suatu hari, Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu
berkeinginan untuk mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama
agar syiar Islam semakin berkembang, namun mereka menemui kendala
dikarenakan masih kurangnya tenaga edukatif yang mumpuni di bidang ilmu
diniyah. Akhirnya mereka pun sepakat untuk sowan menghadap Kanjeng Sunan Ampel di Ampeldenta Surabaya. Gayung pun bersambut Kanjeng Sunan Ampel memberikan restu dengan mengutus putranya Raden Qosim untuk turut serta membantu perjuangan kedua tokoh tersebut. Akhirnya Raden Qosim
mendirikan Pondok Pesantren di suatu petak tanah yang terletak di areal
Pondok Pesantren putri Sunan Drajat saat ini. Beliau pun mengatakan
bahwa barang siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat
tersebut, semoga Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat
luhur. Karena do’a Raden Qosim inilah para pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat beliau dan Raden Qosim pun mendapat gelar Sunan Drajat. Sementara itu untuk mengenang perjuangan Mbah Banjar, maka dusun yang sebelumnya bernama kampung Jelaq, dirubah namanya menjadi Banjaranyar untuk mengabadikan nama Mbah Banjar dan anyar sebagai suasana baru di bawah sinar petunjuk Islam. Sunan Drajat yang merupakan putra sunan ampel menjadi tokoh sentral dalam penyebaran agama Islam yang ada di wilayah Lamongan. Raden Qosim atau Sunan Drajat
mendirikan pondok pesantren di suatu petak tanah, terletak di areal
Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat saat ini. Beliau pun mengatakan
bahwa barang siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat
tersebut, semoga Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat
luhur. Karena do’a Raden Qosim inilah para pencari ilmu pun berbondong-bondong belajar di tempat beliau dan Raden Qosim pun mendapat gelar Sunan Drajat. Setelah beberapa lama beliau berdakwah di Banjaranyar, maka Raden Qosim
mengembangkan daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan pondok
pesantren yang baru di kampung Sentono. Beliau berjuang hingga akhir
hayatnya dan dimakamkan di belakang masjid tersebut. Kampung di mana
beliau mendirikan masjid dan pondok pesantren itu akhirnya dinamakan
pula sebagai Desa Drajat. Sepeninggalan Sunan Drajat,
tongkat estafet perjuangan dilanjutkan oleh anak cucu beliau. Namun
seiring dengan perjalanan waktu yang cukup panjang kebesaran nama Pondok
Pesantren Sunan Drajat pun semakin pudar dan akhirnya lenyap ditelan
masa. Saat itu hanyalah tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan
pondasi bekas langgar yang tersisa. Kemaksiatan dan perjudian merajalela
di sekitar wilayah Banjaranyar dan sekitarnya, bahkan areal di mana Raden Qosim
mendirikan Pondok Pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi
tempat pemujaan. Setelah mengalami proses kemunduran, bahkan sempat
menghilang dari percaturan dunia Islam di Pulau Jawa, pada akhirnya
Pondok Pesantren Sunan Drajat kembali menata diri dan menatap masa
depannya dengan rasa optimis dan tekat yang kuat. Hal ini bermula dari
upaya yang dilakukan oleh anak cucu Sunan Drajat yang bercita-cita untuk
melanjutkan perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar. Keadaan itu pun
berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan Pondok
Pesantren Sunan Drajat oleh KH. Abdul Ghofur yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat
pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan wali songo
dalam mengagungkan syiar agama Allah di muka bumi. Munculnya kembali
Pondok Pesantren Sunan Drajat saat ini tentu tidak terlepas dari
perjalanan panjang dan perjuangan anak cucu Sunan Drajat
itu sendiri. Sebagai institusi resmi dan legal, Pondok Pesantren Sunan
Drajat tentu memiliki persamaan dan perbedaan dengan cikal bakal
berdirinya pondok pesantren itu sendiri. Di sisi lain di dalam Pondok
Pesantren Sunan Drajat terdapat pendidikan yang terdiri dari pendidikan
formal, non formal dan in formal. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak
semua pondok pesantren memiliki pendidikan yang mengajarkan tentang
pengetahuan dan keahlian/skill secara intensif terhadap santrinya.
Dengan demikian sangat penting bagi seorang akademisi untuk mempelajari
kembali ide-ide dasar yang muncul dan menyertai perkembangan Pondok
Pesantren Sunan Drajat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar